Laman

Kamis, 19 Agustus 2010

Tirakatan

PUASA :
LAKU MENGUATKAN JATIDIRI SANG WAROK

Dalam posting saya yang lalu , ajaran mendasar bagi seorang warok adalah Warra’ dan Zuhud . Pencapaian kedua derajat itu adalah, mementingkan kehidupan akherat daripada kepentingan duniawi yang bersifat fana dan hina. Pemaparan ini digambarkan sebagai seorang manusia yang memiliki kodrat manusiawinya dapat mengambil keduniawian sebatas apa yang dibutuhkan untuk hidup dan kepantasan bagi kehidupanya
Seorang warok tidak akan terperdaya oleh keindahan duniawai karena kekuatan iman dan tawakalnya pada Tuhan. Zuhud dan warra’ berlaku untuk sesuatu yang ada, disertai kemampuan dan kesempatan untuk mendapatkanya. Jadi seseorang yang mengabaikan kehidupanya, sehingga dia jatuh miskin dan lemah , tidak bisa memperoleh zuhud dan warra’. Gotrah warok, pada kenyataan sungguh tidak gampang untuk mengambil sikap zuhud dan warra’ tersebut.

Hanya diri yang kuat dan kemampuan yang teruji akan dapat memperoleh derajad warok. Pertarungan hebat akan senantiasa bergulat setiap saat antara nafsu dan naluri relegius-nya. Musuh yang paling jahat bagi seorang warok adalah nafsunya sendiri. Untuk itulah dalam pencapaian derajad warok dikenal laku untuk menguatkan diri yang disebut laku Tirakat.

Secara Umum laku tirakat adalah pendadaran atau pengajaran untuk mengendalikan nafsu sahwat. Dapat dengan puasa, nenepi ( menyepi untuk merenung ), atau bertapa. Kebiasaan melakukan Laku ini hingga , meninggalkan jejak budaya yaitu grebeg suro. Meskipun pada saat kekinian grebeg suro lebih berupa perayaan, namun nilai sebenarnya adalah tirakatan.

Dalam kesempatan ini , para gotrah warok, coba kita dalami Puasa dalam laku kekinian, dimana pada saat ini ( Agustus 2010 ) Sebagian besar masyarakat Ponorogo menjalankan Puasa Ramadlan. Saya tidak mengulas dalam kajian sariah Islam, tetapi sebagai tinjauan budaya di Ponorogo. Meskipun tentu secara umum mengkristalkan niali-nilai Islam sebagai salah satu sumber nilai budaya Warok.

Puasa biasanya dilakukan masyarakat muslim di Ponorogo pada bulan yang diwajibkan puasa yantu bulan Ramadlan. ( sasi poso ). Selain itu dikenal laku puasa yang tidak terkait langsung dengan sariat Islam, misalnya Puasa Senen kamis, puasa pati geni, puasa ngrowot , puasa mutih dan sebagainya. Bahkan ada laku puasa yang bersumber dari ritual Hindu Majapahit, seperti ritual pati geni ( tidak boleh melihat cahaya ) atau animisme, misalnya puasa mutih dan ngrowot .Puasa mutih yaitu mencegah makan sesuatu selain nasi putih, sedangkan ngrowot adalah mencegah makan sesuatu selain hasil palawija, seperti ketela, ubi, ganyong, serut dll.

Inti dari Puasa adalah mengendalikan nafsu duniawi, yaitu makan, minum dan nafsu sahwat ( sexual ) dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Bahkan disaat puasa, pantang melakukan hal-hal buruk yang melanggar sarak ( syariat ). Untuk puasa-puasa lainya seperti mutih, pati geni, ngrowot dan sebagainya, juga bermaksud menekan nafsu sahwat. Puasa pati geni mencegah untuk melihat cahaya ( apa indahnya dunia ini tanpa cahaya, hanyalah hitam kelam ). Konon Patih Gajahmada juga melakukan Puasa khusus sebagai tirakat, beliau tidak akan makan buah kelapa, sampai Majapahit memperoleh kejayaan, yang kita kenal dengan sumpah palapa.

Kebiasaan puasa akan menguatkan hati kita. Menguatkan mental dan nurani kita agar kuat dan tangguh melawan nafsu. Jadi, Selama puasa nafsu kita ( syaitan ) dipenjara dengan terali kesetiaan kita pada Tuhan. Apabila para gotrah warok rajin Puasa maka hikmah yang paling besar adalah merdekanya fitrah nurani kita dari penjahan nafsu syaitan. Apabila niat-niat jahat, keinginan-keinginan akan kesenangan duniawi dapat kita abaikan, maka akan sampailah kita kepada derajad sang warok

post by: kang padjar

Tema terkait :
1.Zuhud para warok
2.Ati sing kumanthil sahwat
3.ora kumanthil kadonyan
4. warok bukan lesbian
5. warok berani mengalahkan nafsunya sendiri