Laman

Minggu, 22 Agustus 2010

warok dan tasyawuf

WAROK DAN TASYAWUF

Dari beberapa catatan sejarah, dapat dihipotesa bahwa istilah warok muncul bersamaan dengan masuknya Islam di Ponorogo. Secara kontekstual hal ini berkait dengan strategi dakwah para wali yang beberapa diantaranya berupaya mengasimilasikan kearifan lokal dengan ajaran Islam. Secara sosial Politik, dimasa transisi beralihnya kekuasaan kerajaan Hindu Majapahit ke kerajaan Islam demak bintoro , membutuhkan kearifan dalam strategi dakwah.

Para Wali menyadari benar, bahwa tidak bijaksana apabila kebiasaan lama dirubah secara frontal.Salah satu kearifan itu dilakukan melalui media seni budaya. Sunan Kalijogo yang menggubah wayang kulit , sebenarnya bukan hal baru sama sekali, karena di era Majapahit sudah dikenal pertunjukan wayang beber . Namun Sunan kalijaga mengenalkan ajaran Tasyawuf dengan memasukkan unsur Panakawan. Sunan Kudus membangun Menara Masjid Kudus dengan bentuk mirip candi, begitupula sunan Giri dan Sunan Drajad yang memperkenalkan gending-gending sufi yang begitu populer di Masyarakat
Tokoh sentral dalam penyebaran Islam di Ponorogo adalah BATHARA KATONG. Bathara Katong adalah adik dari Raden Patah Raja Demak yang sama-sama putra dari raja Majapahit, namun secara politik sudah dikuasai oleh para wali. Dengan demikian sebenarnya dapat ditarik benang merah, strategi budaya di Ponorogo dengan pola politik dakwah di Jawa pada Umumnya yang pada masa itu sedang dikembangkan ajaran tasawuf.

Gotrah warok, Untuk melacak jejak keluhuran sang warok maka ada baiknya kita mengenal ajaran tasyawuf. Karena saya yakin, inilah roh sebenarnya yang hendak di sampaikan para penggiat budaya pada jaman itu. Tasyawuf berasal dari kalimat safaa, yang artinya suci atau jernih. Namun dapat dijelaskan bahwa Tasyawuf adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal tentang jiwa ; bagaimana membersihkanya dari sifat-sifat tercela menuju keridlaan Allah SWT. PROF. DR Hamka menyatakan tasyawuf adalah membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau alam, supaya ia mudah menuju Allah.

Hadratus shaih Imam AL Ghazali menjelaskan Tasyawuf berarti memakan yang halal, mengikuti ahlak, perbuatan dan perintah Rasul yang tercantum dalam sunahnya. Sedangkan menurut IBNU KHALDUN Tasyawuf adalah metodhe pokok kaum sufi untuk selalu memperhitungkan jiwanya sampai ia benar-benar telah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Secara ta’lim taysawuf dapat dijelaskan bahwa :
1. Tema : Tema ilmu tasyawuf adalah pekerjaan hati dan pancaidra yang . berkaitan dengan penyucian dan pembersihan jiwa.
2. Manfaat : membersihkan hati dan mengenal Tuhan untuk memperoleh kebaikan dunia akhhirat.
3. Kajian Tasyawuf :
a. Takwa pada Allah, baik dikala sunyi atau ramai yang disebut wara’ dan istiqamah
b. Mengikuti sunah rasul.
c. Berpaling dari kepentingan kepada makhluk dan semata mengabdi pada Allah yang tercermin dari sikap sabar dan tawakal.
d. Ridla terhadap pemberian Allah,
e. Ruju’, kembali kepada Allah disaat dankondisi bagaimanapun.
4. Problematika Tasyawuf : Zuhud, Wara’, Mahabah, fana’ , baqa, raja’, penyakit hati , taubat, Istiqmah, dll.

Dari uraian diatas jelas sekali, bahwa istilah warok di Ponorogo, diambil dari salah satu problematika tasyawuf yaitu wara’. Yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari problematika - problematika tasyawuf lainya. Untuk mencapai derajad tertinggi seorang sufi yaitu Ma’rifat . Ma’arifat artinya apabila seseorang karena kecerdasan dan Karunia dari Tuhan ia diberikan kesempatan mengenal lebih banyak hakekat, sifat dan kasih Allah swt. Sehingga hatinya tenteram di dunia dan akhirat kelak.

Ada 3 terma dalam ilmu tasyawuf, yaitu syari’at, thariqat dan hakekat. Ketiga-tiganya haruslah ada dan saling mengadakan, kalau tidak maka akan terjerumus kesesatan. Syari’at adalah hukum formal yang bersumber dari al-Quran dan hadits nabi, yang harus dilaksanakan berisi perintah dan larangan Allah. Thariqah, adalah aktualisasi dari syari’ah dalam kehidupan nyata berupa perbuatan, fikiran dan sikap yang dapat dirasakan dalam hidup. Sedangkan hakekat adalah penghayatan dan terbukanya tabir antara manusia sebagai hamba terhadap Tuhannya. Sehingga hatinya benar-benar merasakan ada_Nya dengan hikmah-hikmah yang hakiki.

Imam Malik berkata : Barangsiapa menjalani syari’at tanpa sampai pada hakekat maka ia telah fasik. Barang siapa mencapai hakekat tetapi tidak menjalani syariat maka ia zindik, Dan barang siapa mengumpulkan keduanya maka sungguh ia telah benar-benar mencapai hakekat.

Tingkatan-tingkatan hati adalah sebagai berikut :
1. Nafs al-Amarah, tingkatan hati yang paling rendah, dimana ia masih tergantung kepada syahwat, kenikmatan biologis.dan dipenuhi sifat-sifat tercela, seperti serakah, sombong, takabur , dendam dsb.
2. Nafs al- Lawwamah, hati yang bercahaya dengan sinar hati, adalah hati yang dipenuhi Jihad ( mujahadah) untuk melawan nafsunya. Kadang ia menang kadang ia kalah dengan akal dan persepsinya sendiri.
3. Nafs al-muthmainah, hati yang bercahaya oleh sinar hati, adalah hati yang telah menang menundukkan syahwatnya. Ia bergulat dengan duniawi tapi hatinya telah bebas dari ketergantungan kepada makhluk.
4. Nafs al-mulhimah, hati yang di ilhami ilmu dan hikmah, ia telah berada dijalan-NYa dengan mantap, istikomah dan kana’ah.
5. Nafs al-Radliyah, hati yang telah benar-benar rela dan tunduk serta percaya secara total kepada Allah.
6. Nafs al-Mardliyah, adalah hati yang telah diridloi oleh Allah. Maka dia pantas disebut sebagai wali Allah, karena apa yang dilakukan adalah pencerminan dari sifat-sifat Allah.
7. Nafs Al-kamilah, adalah hati yang telah sempurna berad di jalan Allah

Para Gotrah warok, mari kita instropeksi diri, berada pada maqam level mana diri kita. Dibulan ramadlan, ini adalah saat kita melakukan mujahadah, jihad melawan nafsu kita sendiri.