Laman

Sabtu, 07 Agustus 2010

ATI SING KUMANTHIL SAHWAT

ATI SING KUMANTHIL SAHWAT
DUDU WAROK



warokkini, Hati yang bergantung pada nafsu syahwat, bukan hati warok.. Pitutur Luhur atau Pedoman luhur para tetua adat ini , bermakna bahwa pencapaian derajad warok adalah sebuah perjalanan spiritual yang panjang, setahap demi setahap dan menurut laku sesuai usaha dan kematangan tumbuh dan berkembangnya manusia itu sendiri.
Dalam bahasan terdahulu saya sampaikan makna warok, Namun apa yang kita lihat saat ini, penggambaran sosok warok yang kasar, seram dan membuat takut orang , hendaklah digambarkan sebuah laku yang memang harus demikian adanya. Saya sangat prihatin , bahwa dalam pertunjukan reog yang seharusnya suci dan sakral , sering dinodai oleh ulah para warokan yang justru menjunjung nafsu sahwatnya. Dalam pergelaran reog sering kita jumpai mabuk-mabukan dan pamer kekuatan, serta pamer aurat penari jathil yang sebagian besar adalah para gadis remaja.

Mereka beralasan, ya itulah tuntutan jaman. Namun demikian sebagai dlondong Ponorogo, seharusnya kita pertahankan nilai-nilai luhur itu, saya tidak anti perubahan, sepanjang yang dirubah adalah geraktari dan pola pergelaran, tetapi nilai-nilai luhur warok harus tetap tertanam di jantung Putra Ponorogo sejati.


Kita sadari benar wahai gotrah Ponorogo bahwa laku seorang warok memang bertahap, dan yang kita saksikan saat ini adalah para WAROKAN, bukan para warok. Mereka memang pantas disebut warok dalam pengertian nek wareg ngorok. Lebih kasarnya perilaku mereka ( maaf ) setingkat dengan para preman terminal bus. Dan itu bukan warok sejati.

Untuk menjadi warok masakini, kita tidak harus selalu pakai pakaian serba hitam, berjambang lebat dan perut buncit. Penampilan fisik boleh sesuaikan kepentingan, boleh pakai jas berdasi ala eksekutif, berpakaian safari ala pejabat, bersorban ala kyai atau apapun situasinya yang penting pegang teguh ajaran para leluhur warok.

Para gotrah Ponorogo, pencapaian derajat warok , dimana kita sudah mampu memerdekakan hati kita dari penjajahan nafsu sahwat memang tidak mudah, bahkan itulah perjuangan besar dan memerlukan keberanian besar pula. Tapi jangan khawatir, bahwa kita jalani hidup ini sewajarnya saja sambil menjiwai nilaui-nilai warok itu. Nanti, pada saatnya kita bisa mencapai derajat itu. Karena nilai-nilai warok itu sebenarnya juga nilai-nilai Universal dan sesuai fitrah manusia.

Penggambaran pencapaian nilai luhur para warok itu, secara kultural sejiwa dengan ajaran Sunan Kalijaga tentang Panakawan , semar gareng petruk dan bagong. Kita tahu bahwa dimasanya Ponorgo juga tidak lepas dari pengarus para wali juga sebagaimana daerah mataraman yang lain. Ajaran ini senyawa dengan ajaran tasawuf Ulama besar Imam Ghazali. Menurut Sunan Kalijaga pencapaian spiritual manusia dijabarkan empat karakter yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Senada apa yang dikiaskan Imam Gazali tentang Lawamah, Mardiyah, amarah, mutmainah hingga mencapai ma’rifat.

Bagong, sebagai sosok wayang yang bermata lebar, mulut lebar, perut buncit itulah pencapaian spiritual yang paling rendah. Dia adalah para warokan dimana masih dikuasai nafsu sahwat. Matanya tidak bisa dikendalian untuk melihat maksiat, mulutnya tidak bisa diam untuk berkata kasar, perutnya buncit karena tidak peduli makan perkara haram atau batal.

Petruk, digambarkan sebagai sosok yang serba panjang, mulut panjang, hidung panjang , badan panjang dan kaki tangan panjang. Petruk dari kalimat fikr, artinya berfikir dan suka mengandalkan ilmunya. Ini derajat yang lebih baik, meskipun masih merasa sok pintar, sombong , sok ilmiah dan pakar ( apa-apa dibikin jadi sukar ) , namun sering juga hidungnya panjang ( seperti pinokio ) karena sering tidak jujur pada hati nuraninya. Dia lebih percaya pada persepsinya daripada mengikuti hakekat dan prinsip-prinsip Universal.

Gareng sebagai sosok yang matanya juling, kakinya cacat, tanganya cekot ( invalid ) . Ini pencapaian yang lebih baik dalam pengendalian nafsu. Meskipun masih harus bertempur habis-habisan dengan sahwatnya tetapi sudah dapat dikendalikan dengan bicara seperlunya, membuitakan mata dan telinga untuk mengindra maksiat, berjlan merunduk untuk menekan kesombonganya.

Derajat yang paling tinggi adalah Semar, dia selalu menegadah keatas dan hanya bergantung pada Tuhanya semata. Semar adalah makhluk setengah dewa, karena hatinya sudah merdeka dan sepenuhnya tidak ingin menuruti nafsu sahwatnya. Inilah Warok Sejati.

Bagaimana gotrah Ponorogo, anda masih menjadi bagong, petruk , gareng atau semar ?