Laman

Minggu, 08 Mei 2011

Legenda Warok Ponorogo

Reog adalah kesenian khas daerahPonorogo Jawa Timur, sebuah kabupaten agraris 200 km dari arah selatan kota Surabaya. Saya sendiri sebagai putra daerah ponorogo, sudah merasakan bahwa kemasyhuran reog merupakan kebanggan tersendiri, bahkan ketika beberapa tahun yang lalu Malaysia hampir mempatenkan seni reog ( reyog) sebagai warisan budaya luhur negerinya  , kebanggaan saya tidak luntur karenanya.
Bahkan vestifal reog nsional yang digelar setiap bulan suro, sudah merupakan agenda wisata yang menghidupkan dinamika daerah Ponorogo. Dan fakta otentik, bahwa reog adalah seni asli daerah ponorogo.

Seni reog merupakan khasanah warisan bangsa, dimana merupakan sebuah drama tari yang merakyat, karena tidak dilakukan pentas diatas panggung. Unsur Seni reog terdiri dari penari dan penambuh gamelan. Instrumen gamelan  terdiri   dari  kempul, kenong,  ketipung, angklung dan sompret,
sedangkan bentuk tarian merupakan adegan teatrikal, yang menggambarkan gerakan seekor singa, burung merak, prajurit berkuda, dan adegan kanuragan para warok. Anda bisa bandingkan Pola pergelaran  yang sejenis, seperti jaranan di daerah Tulungagung dan Kediri, Jathilan di jawa Tengah bahkan Barong sai atau tari barong di Bali. 
  
Para penari reog terdiri dari:
  1. Pembarong, penari topeng kepala harimau dan burung merak seberat 50 Kg.
  2. Bujang Ganong, Penari topeng yang lincah dan lucu
  3. Klana Sewandana, penari topeng raja Klana Swandana raja Bantarangin
  4. Jathil, penari gagah prajurit kerajaan Bantarangin
  5. Penthul tembem, dua penari topeng lucu
  6. warok, gambaran warok ponorogo
ASAL MULA REOG

Sebagaimana penelitian para sejarawan, bahwa pola akulturasi budaya di daerah Mataraman terasa juga pengaruhnya hingga ke Ponorogo. Maka pola pemanfatan kesenian sebagai media dakwah menjadi trend dijamanya. Sebagaimana  sunan Kalijaga dengan Wayang atau sunan bonang dengan gamelanya. Kesenian sebagai media dakwah ini, juga dilakukan tokoh-tokoh Islam di Wengker ( Ponorogo ) pada waktu itu seperti Ki Ageng Mirah. Beliau mengakulturasi unsur-unsur yang ada dimasyarakat dan berlaku di jamanya. Kalau kita cermati dengan betul maka  masih sangat jelas benang merah budaya China, Hindu dan Islam dalam Citra seni reog.
     Simbul-simbul kepala Singa ( Barong ), Motif Naga, Merak  dan pagelaran dilapangan itu sangat ada kemiripanya dengan seni Barongsai. Kemudian ada juga unsur-unsuh hindu majapahit  dalam motif-motif tarianya yang mengandalkan kekuatan supranatural. sedangkan Unsur Islam mempengaruhi pada filosofi dan penamaan reog. Konon Reog ( dulu ditulis dengan lafad reyog) dari bahasa arab, Riyaqun yang artinya mencapai kebaikan pada akhirnya, sepanjang seseorang mau bertobat dan kembali ke jalan Allah. sedangkan warok berasal dari lafadl wara' yang artinya  mencegah dari perbuatan maksiat dan tercela. lafad lain yang senada adalah Zuhud, artinya menahan diri untuk tidak berlebihan memanfatkan anugerah Allah yang menjurus kepada Sikap serakah. Dengan demikian akar pemikiran dan ajaran warok adalah bagaimana seseorang memiliki ketahanan luar biasa dalam pengendalian diri agar memperoleh kearifan dan perbaikan kualitas hidup baik spiritual maupun material.
        Dengan demikian simbul-simbul  kekasaran, kejam dan tampilan sangar, sama sekali menyimpang dari filosofi warok itu sendiri. Kekuatan warok bukan terletak pada sosoknya yang gempal, ketegasan warok bukan terletak pada tampangnya yang kasar tetapi pada kemampuanya menata hatinya sendiri. Karena pada kenyataanya, saya mengetahui dengan benar bahwa sosok warok yang sebenarnya ( bukan penari warok ), sama sekali tidak seperti yang digambarkan itu. warok memiliki postur tubuh yang cenderung kurus karena suka tirakat ( zuhud) dan raut wajahnya damai mengayomi.


Dramatisasi warok yang kadang  membuat orang berfikir, bahwa tampang seperti itulah seorang warok sama sekali menyimpang dari ajaran leluhur, yang mana warisan budaya itu justru mengajak kepada keluhuran budi. Apabila sekarang, seni reog sebagai produk entertainmentpun selayaknya dibebaskan dari kemaksiatan, seperti minuman keras, dan rasa congkak ( sesongaran ).


Di akhir masa keruntuhan Majapahit, wilayah Ponorogo terjadi kegoncangan Politik dimana wilayah-wilayah majapahit banyak melepaskan diri. Disini kita mengenal sosok lokal seperti Ki Surya ngalam atau Ki Ageng Kutu disatu sisi dan para pembaru Islam yang terdiri dari Ki Ageng Mirah, dibantu oleh pendakwah dari Demak Bintara dibawah pimpinan  Panembahan Agung yang kelak menjadi Bathara di Ponorogo dengan gelar Bathara Katong. Secara Politik pihak Majapahit juga mengendalikan situasi dengan  peran Ki Jayadrana, yang secara bahu membahu mendirikan Kabupaten Ponorogo.


Media Dakwah Reog ini benar-benar menjadi efektif untuk mengumpulkan masa, baik untuk kepentingan politik maupun dakwah, karena dimasa  yang sulit itu  terjadi benturan-benturan kepentingan yang mengharuskan warga ponorogo meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan.  Olah kanuragaan sebagai media beladiri dan tempaan jaman mengharuskan kelahiran  budaya seperti yang ada sekarang. Meskipun secara fungsi telah bergeser dari sebuah media pencerahan menjadi sekedar produk pariwisata.


LEGENDA NEGERI BANTARANGIN


Untuk melengkapi seni reog dikembangkan sebah legenda tentang negeri bantar angin, yang secara sejarah sulit dikaji kebenaranya, meskipun tentulah sangat mungkin produk budaya selalu mencerminkan keadaan masyarakat pada jamanya. Konon dinegeri Bantar Angin ( Ponorogo ) dipimpin seorang raja beranama Klana Swandana. Sang raja terpesona pada Putri Songgolangit dari Kerajaan Kediri, prosesi perjalanan asmara inilah yang melahirkan legenda reog, dimana ada singa dan simbul - simbul alam lainya. Kearifan lokal ini sebenarnya menggambarkan filosofi yang agung, dimana manusia sebagai maklhuk Tuhan senantiasa menghadapi rintangan-rintangan dan harapan-harapan. Keharmonisan hidup akan selalu timbul manakala keseimbangan alam tidak terganggu, dimana  ada kebaikan disitu ada keburukan, dimana ada keperkasaan disitu diperlukan kelembutan.


Maka sepakat kita semua bahwa budaya mencerminkan adat kebiasaan dan jatidiri masyarakatnya. Karakter seorang warok juga terbentuk oleh nilai-nilai yang dianut masyarakat pada umumnya. Maka sebagaimana saya paparkan diatas, bahwa sejalan dengan jamanya maka warok dimasa kini hendaklah mengejawantahkan keluhuranya meskipun dengan matra yang berbeda. Biarlah reog sebagai matra seni dan pariwisata, sedangkan warok adalah gambaran budaya dan karakter wong Ponorogo.